• Jasa Perpajakan, Jasa Akuntansi dan Pelatihan

    Kantor Konsultan Pajak Supriyanto Dan Rekan , Kuasa hukum pajak dan konsultan Pajak terdaftar

  • Manfaat Menggunakan Jasa Konsultan Pajak

    Konsultan perpajakan biasanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang membutuhkan jasanya untuk mengurus perpajakan. Hal tersebut karena perusahaan memiliki proses keuangan dan pelaporan pajak yang lebih kompleks

  • PSBB Diperketat, Persidangan Pengadilan Pajak Dihentikan Sementara

    Kebijakan ini termuat dalam Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak No. SE-017/PP/2020 dan SE-018/PP/2020

  • Coming Soon e-Faktur Pajak 3.0 Tgl 01.10.20

    E-Faktur 3.0 akan bekerja dalam sistem otomasi meninggalkan input data manual. Fitur pemindaian QR Code juga akan ditanamkan dalam layanan ini. Data e-Faktur pajak masukan atas NPWP PKP juga akan tersedia langsung oleh sistem.

  • Sosialisasi Pajak di Sepeda Santai IKPI Depok

    Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Kota Depok menggelar kegiatan sepeda santai, bertajuk ‘Gowes Bareng IKPI Depok Bersama KPP Depok Cimanggis dan KPP Depok Sawangan’, di Perumahan Telaga Golf Sawangan, Minggu (19/07) pagi.

  • Alur Kunjungan Pajak

    pada 1 September 2020, pengambilan tiket antrean layanan perpajakan tatap muka kantor pajak sudah bisa diakses secara online.

  • KANTOR KONSULTAN PAJAK

    Jasa perpajakan, jasa akuntansi dan kuasa hukum pengadilan pajak.

  • e-Objection

    aplikasi penyampaian Surat Keberatan secara elektronik atau e-objection sebagai alternatif saluran (channel) dalam penyampaian Surat Keberatan.

  • POTONGAN ANGSURAN PAJAK 50%

    Wajib pajak yang bergerak pada 1.013 bidang usaha tertentu, perusahaan yang mendapat fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor, serta perusahaan di kawasan berikat berhak mendapatkan tambahan potongan angsuran pajak.

  • GRATIS JASA PAJAK KHUSUS WAJIB PAJAK BARU

    KKP Supriyanto dan Rekan memberikan fasilitas jasa pajak gratis selama 2 bulan khusus wajib pajak baru (BANGKIT BERSAMA PAJAK)

KANTOR KONSULTAN PAJAK SUPRIYANTO DAN REKAN

Kuasa Hukum dan Konsultan Pajak Terdaftar (Registered Tax Consultant dan Lawyer)
  • TIM Berpengalaman

    • Pengalaman kami akan menjadi aset yang bernilai bagi perusahaan anda.
  • Fokus

    • Anda akan menjadi klien kami yang paling berharga!
  • Sengketa Pajak

    • Sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang..Read More

TIM KAMI

BERIKUT TIM KKP SUPRIYANTO DAN REKAN

PENGHITUNGAN PPH PASAL 21 ATAS PEGAWAI TIDAK TETAP YANG MENERIMA UPAH HARIAN , BAGAIMANA PEMBUATAN BUKTI POTONGNYA ?

Penghitungan  Pajak  Penghasilan  Pasal  21  atas  Pegawai Tidak Tetap yang  Menerima  atau  Memperoleh  Upah  Harian  dengan  Jumlah Penghasilan  Bruto  sampai  dengan  Rp2.500.000,00  (Dua  Juta  Lima Ratus Ribu Rupiah) Sehari

Tuan  K  bekerja di  PT  P.  Pada bulan Januari  2024,  Tuan  K  melakukan pekerjaan  perakitan  jam  tangan  selama  20  (dua  puluh)  hari  dan menerima atau memperoleh penghasilan yang dibayarkan secara harian sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)  per hari.

Berdasarkanjumlah penghasilan bruto sehari sebesar Rp500.000,00 (lima  ratus  ribu  rupiah),  besarnya  Pajak  Penghasilan  Pasal  21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan K dalam sehari dihitung berdasarkan tarif efektif harian  sebagaimana diatur dalam  Peraturan  Pemerintah  yang  mengatur  mengenai  Tarif Pemotongan  Pajak  Penghasilan  Pasal  21  atas  Penghasilan Sehubungan  dengan  Pekerjaan,  Jasa,  atau  Kegiatan  Wajib  Pajak Orang  Pribadi,  yaitu  dengan  tarif  efektif  harian  sebesar  0,5%  (nol koma lima persen).

Besarnya pemotongan  Pajak Penghasilan  Pasal 21  atas  penghasilan yang  diterima  atau  diperoleh  Tuan  K  per  hari  sebesar 0,5% x  Rp500.000,00 = Rp2.500,00.

Maka  PT  P  memotong Pajak Penghasilan Pasal 21  Tuan K dan membuat 20 (dua puluh) bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan K.

Penghitungan  Pajak  Penghasilan  Pasal  21  atas Pegawai Tidak Tetap yang  Menerima  atau  Memperoleh  Upah  Borongan  dengan  Jumlah Penghasilan  Bruto  sampai  dengan  Rp2.500.000,00  (Dua  Juta  Lima Ratus Ribu Rupiah) Sehari

Tuan  L  bekerja  pada  PT  0.  Pada  bulan Juni  2024,  Tuan  L  melakukan pekerjaan  perakitan  bingkai  foto  selama  10  (sepuluh)  hari.  Atas penyelesaian  pekerjaan  tersebut,  Tuan  L  menerima  atau  memperoleh penghasilan sebesar Rp4.500.000,00 (empatjuta lima ratus ribu rupiah).

a.   Rata-rata  jumlah  penghasilan  bruto  sehari  yang  diterima  atau diperoleh Tuan  L  atas  pekerjaan  pemasangan bingkai yaitu  sebesar Rp4.500.000,00:  10 = Rp450.000,00

b.   Berdasarkan  rata-rata  jumlah  penghasilan  bruto  sehari  sebesar Rp450.000,00  (empat ratus lima puluh ribu rupiah),  besarnya Pajak Penghasilan  Pasal  21  terutang atas  penghasilan yang diterima atau diperoleh  Tuan  L  dalam  sehari  dihitung  berdasarkan  tarif  efektif harian  sebagaimana  diatur  dalam  Peraturan  Pemerintah  yang mengatur  mengenai  Tarif  Pemotongan  Pajak  Penghasilan  Pasal  21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu dengan tarif sebesar 0% (nol persen).

c.     Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan  Pasal  21  atas penghasilan yang  diterima  atau  diperoleh  Tuan  L  per  hari  sebesar 0% x  Rp450.000,00 = Rp0,00.

Walau PT O tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan L,  tetapi tetap  wajib  membuat  10  (sepuluh)  bukti  pemotongan  Pajak  Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan L (sepanjang sistem informasi perpajakan belum mengakomodasi  pembuatan  1  (satu)  bukti  pemotongan  Pajak Penghasilan Pasal 21  gabungan untuk beberapa hari).

 


Share:

TER (TARIF EFEKTIF RATA-RATA) PPH PASAL 21 INI KESIMPULANNYA.....

Pemotongan PPh Pasal 21 saat ini memiliki berbagai skema perhitungan yang dapat membingungkan Wajib Pajak dan secara administrasi perpajakan memberatkan bagi Wajib Pajak yang berusaha untuk melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar.

Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan:
“Tarif Pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah”.

TER digunakan terkait 4 Hal sebagai berikut :
  1. TER BULANAN (TER A/B/C) untuk pegawai Tetap dari Januari s.d November
  2. TER BULANAN (TER A/B/C) untuk Dewan Komisari atau Dewan Pengawas yang menerima Penghasilan tidak Teratur selama Januari s.d Desember
  3. TER BULANAN (TER A/B/C) untuk pegawai tidak tetap yang dibayarkan secara bulanan
  4. TER HARIAN untuk pegawai tidak tetap yang dibayarkan tidak bulanan : Upah sehari <= Rp 450.000 tarif 0%, dan Upah sehari > 450.000 Namun <= 2.500.000 tarif 0,5%
diluar dari 4 Hal diatas tersebut maka TER tidak digunakan, maka menggunakan Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a, digunakan dalam hal sebagai berikut :
  1. Pegawai Tetap dimasa akhir (masa desember) untuk hitung ulang
  2. Pegawai tidak tetap yang dibayarkan tidak bulanan dengan upah sehari > 2.500.000
  3. Bukan pegawai
  4. Peserta Program Pensiun (Status masih pegawai) yang melakukan penarikan dana pensiun (dipotong oleh dana pensiun) dan
  5. Mantan Pegawai

Share:

TER PPH PASAL 21 , BAGAIMANA PENGHITUNGAN BAGI DOKTER SEBAGAI PEGAWAI TETAP DAN PRAKTIK DIRUMAH SAKIT / KLINIK ?

Pekerjaan Bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

Pegawai Tetap adalah Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta Pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang Pegawai yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut.

Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan atas Pekerjaan Bebas atau jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.

Pasal 3 ayat 2 huruf a PMK 168/2023 :

Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi: tenaga ahli yang melakukan Pekerjaan Bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris;

untuk  jasa  dokter  yang  melakukan  praktik  di  rumah  sakit dan/atau klinik, yaitu sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik;

Penghitungan  Pajak  Penghasilan  Pasal  21  atas  Jasa  Dokter  yang Melakukan Praktik di Rumah Sakit dan/atau Klinik

Tuan  R  merupakan  dokter  spesialis  anak  yang  melakukan  praktik  di Rumah  Sakit ABC  dengan  perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% (dua puluh persen) oleh pihak rumah sakit sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80%  (delapan  puluh  persen)  dari jasa dokter  tersebut  akan  dibayarkan kepada Tuan R  pada setiap akhir bulan.  Selama tahun 2024, jasa dokter yang  dibayarkan  oleh  pasien  dari  praktik Tuan  R  di  Rumah  Sakit  ABC sebagai berikut:

 


Bagaimana jika Dokter merupakan Pegawai Tetap dan Juga berpraktik dirumah sakit yang sama ?

Jika Dokter menjadi pegawai tetap dan juga berpraktik dirumah sakit yang sama ,maka bukti potong dibuat menjadi 2, atas penghasilan sebagai pegawai tetap menggunakan tarif TER Bulanan dan atas penghasilan bukan pegawai tetap (Praktik) menggunakan Tarif Pasal 17 x (Ph Bruto x 50%).

Share:

CONTOH KASUS PP 58 TAHUN 2023 TERKAIT PPH PASAL 21

BERIKUT CONTOH DARI PP 58 TAHUN 2023 TENTANG TARIF PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Pemotongan PPh Pasal 21 saat ini memiliki berbagai skema perhitungan yang dapat membingungkan Wajib Pajak dan secara administrasi perpajakan memberatkan bagi Wajib Pajak yang berusaha untuk melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar.











Share:

RILIS : PP 58 TAHUN 2023 TENTANG TARIF PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

 
Pemotongan PPh Pasal 21 saat ini memiliki berbagai skema perhitungan yang dapat membingungkan Wajib Pajak dan secara administrasi perpajakan memberatkan bagi Wajib Pajak yang berusaha untuk melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar.

Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan:
“Tarif Pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah”.

Tujuannya untuk apa ?
  1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan bagi Wajib Pajak untuk menghitung pemotongan PPh Pasal 21 di setiap Masa Pajak
  2. Meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya
  3. Memberikan kemudahan dalam membangun sistem administrasi perpajakan yang mampu melakukan validasi atas perhitungan Wajib Pajak.
Dengan demikian, diharapkan proses bisnis yang efektif, efisien, dan akuntabel dapat terwujud.

Apakah ada dampak ?
Tidak ada tambahan beban pajak baru sehubungan dengan penerapan tarif efektif. Penerapan tarif efektif bulanan bagi Pegawai Tetap hanya digunakan dalam melakukan penghitungan PPh Pasal 21 untuk masa pajak selain Masa Pajak Terakhir, sedangkan penghitungan PPh Pasal 21 setahun di Masa Pajak Terakhir tetap menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh seperti ketentuan saat ini.






Dalam PP 58/2023, belum diatur secara jelas teknis penerapan TER PPh Pasal 21. Pada Pasal 3 PP 58/2023, disebutkan bahwa TER digunakan untuk pemotongan PPh Pasal 21 bagi wajib pajak orang pribadi yang menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, termasuk pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, anggota kepolisian negara Republik Indonesia, dan pensiunannya.


Untuk Contoh lainnya dapat klik disini dan untuk download slide dapat klik disini





Share:

AKTIVASI NIK MENJADI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)

 Berikut alur aktivasi NIK Menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)













Share:

Tarif Efektif PPh Pasal 21 Berlaku Mulai Masa Pajak Januari 2024 ?

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan metode penghitungan tarif pajak penghasilan pasal 21 atau PPh 21 karyawan akan berubah mulai Januari 2024. Skema penghitungan akan menggunakan tarif efektif rata-rata (TER).


Tarif efektif ini tidak hanya berlaku bagi Wajib Pajak orang pribadi karyawan, tetapi juga bagi pegawai kriteria umum serta PNS/TNI-POLRI. Lantas, bagaimana cara hitung PPh menggunakan TER?



  1. Perhitungan tarif efektif atau TER

Berdasarkan status PTKP dan jumlah penghasilan bruto, pemberi kerja menghitung PPh Pasal 21 Retto menggunakan Tarif Efektif Kategori A dengan tarif 2,25%. Dengan demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan Retto adalah:

Januari – November : Rp10.000.000,00 x 2,25% = Rp225.000,00/bln
Desember : Rp2.775.000 – (Rp225.000,00 x 11) = Rp300.000,00

Adapun, selisih pemotongan sebesar Rp75.000,00.





Share:

JADWAL USKP DESEMBER TAHUN 2023

USKP ( Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak ) Periode Desember 2023, Dibuka khusus peserta A Baru dan Ulang

Kuota terbatas. Perhatikan jadwal dan mekanisme pendaftaran.

Ujian dilaksanakan onsite dan menggunakan komputer sendiri.

Informasi lebih lanjut kunjungi kp3skp.or.id


Share:

DASAR PENGENAAN PAJAK ATAS PENYEDIAAN TENAGA KERJA

 


Share:

PERLAKUAN PPN ATAS JASA OUTSOURCING/ JASA PENYEDIAAN TENAGA KERJA

 

Jasa penyediaan tenaga kerja adalah jasa untuk menyediakan tenaga kerja oleh pengusaha penyedia tenaga kerja kepada pengguna jasa tenaga kerja.

Jasa penyediaan tenaga kerja termasuk dalam jasa kena pajak (JKP) yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Ketentuan ini utamanya diatur dalam Pasal 16B ayat (1a) huruf j angka 8 UU PPN s.t.d.t.d UU HPP dan diatur lebih lanjut dalam PP 49/2022.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (5) PP 49/2022, jasa penyediaan tenaga kerja yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN wajib memenuhi 4 kriteria sebagai berikut:

  1. pengusaha penempatan dan penyaluran tenaga kerja tersebut hanya menempatkan dan menyalurkan tenaga kerja kepada pengguna tenaga kerja, yang tidak terkait dengan pemberian Jasa Kena Pajak lainnya, seperti jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultasi, jasa pengurusan perusahaan, jasa bongkar muat, dan/atau jasa lainnya;
  2. pengusaha penyedia tenaga kerja tidak melakukan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan/atau sejenisnya kepada tenaga kerja yang disediakan;
  3. pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja tenaga kerja yang disediakan setelah diserahkan kepada pengguna jasa tenaga kerja; dan
  4. tenaga kerja yang disediakan masuk dalam struktur kepegawaian pengguna jasa tenaga kerja.

Sejak diberlakukannya UU HPP, terkait ketentuan terbaru mengenai pengaturan atas jasa penyediaan tenaga kerja yang dikenakan PPN belum ada. Oleh karena itu, masih dapat merujuk pada ketentuan yang diatur dalam PMK 83/2012 sepanjang tidak bertentangan dengan UU HPP.

Pada Pasal 4 ayat (1) PMK 83/2012, Dalam hal jasa penyediaan tenaga kerja tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, jasa penyediaan tenaga kerja dimaksud merupakan jasa yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

Atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan Dasar Pengenaan Pajak.

Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah penggantian, yang meliputi seluruh tagihan yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha jasa atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja kepada pengguna jasa, termasuk imbalan yang diterima tenaga kerja berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya.

Pada Pasal 4 ayat (4), Dalam hal tagihan atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja dirinci dalam Faktur Pajak dengan memisahkan antara tagihan atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja yang diterima oleh pengusaha jasa dan imbalan yang diterima oleh tenaga kerja, Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah nilai lain.

Nilai lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah seluruh tagihan yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha jasa atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja kepada pengguna jasa, tidak termasuk imbalan yang diterima tenaga kerja berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya.

Maka Terkait Penyediaan tenaga Kerja dapat dikenakan PPN :

  1. Jika Penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja tidak dirincikan dalam faktur pajak maka dikenakan PPN dari Seluruh Tagihan
  2. Jika Penyerahan jasa Penyediaan tenaga kerja dirinci dalam faktur pajak dengan memisahkan tagihan atas penyerahan dan imbalan maka DPP Nilai Lain yaitu tidak termasuk imbalan yang diterima tenaga kerja
CONTOH KASUS KLIK DISINI

Share: