PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN TAHUN 2025




Pengkreditan pajak masukan telah diatur dalam Pasal 9 ayat (9) UU PPN/PPnBM jo. UU HPP. Ketentuan tersebut menyatakan: “Pajak masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) masa pajak setelah berakhirnya masa pajak saat faktur pajak dibuat sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan BKP atau JKP serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan undang-undang.”

Dalam PMK 18 /2021 Pasal 62 ayat (1) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.

Pasal 63 ayat (1) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1), tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat.

Pasal 63 ayat (2) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus merupakan Pajak Masukan yang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan BKP atau JKP, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Dalam PMK 81/2024 Pasal 375 ayat (1) PMK tersebut mengatur: “Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama.” Kemudian, Pasal 376 ayat (1) memperjelas: “Pajak masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 375 ayat (1), yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak, tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) masa pajak setelah berakhirnya masa pajak saat dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak dibuat.”

Aturan ini berbeda dari ketentuan sebelumnya. Sebelumnya, Pasal 9 ayat (9) UU PPN dan Pasal 63 ayat (1) dan ayat (2) PMK Nomor 18 Tahun 2021 memperbolehkan pengkreditan pajak masukan hingga tiga masa pajak berikutnya tanpa batasan dokumen tertentu. Namun, dengan diberlakukannya PMK 81/2024 per 1 Januari 2025 maka PMK 18 Tahun 2021 di cabut, maka pajak masukan masa Januari 2025 hanya dapat dikreditkan pada SPT Masa PPN Januari 2025. Sementara itu, pengkreditan pajak masukan atas dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak tetap dapat dikreditkan paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya masa pajak saat dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak dibuat. Pengkreditan tersebut dapat dilakukan apabila pajak masukan tersebut belum dikreditkan pada masa pajak yang sama.




Share:

FORMAT BUKTI POTONG 1721 A1 BERUBAH DI 2024 , BAGAIMANA PENGISIAN SPT TAHUNAN ORANG PRIBADI 2024

 


Format bukti potong sudah berubah dari PER-14/PJ/2013 telah diubah PER-2/PJ/2024 Bentuk Dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, Dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26

BERIKUT PERBEDAAN BUPOT 1721 A1

Bentuk PER-14/PJ/2013


Bentuk PER 2/PJ/2024
Apabila dibupot 1721 A1 poin 23 terjadi kelebihan bayar, maka kelebihan bayar tersebut diselesaikan dengan pihak pemotong/ pemberi kerja, sesuai dengan PMK 168 Tahun 2023 di Pasal 21 ayat 1 bahwa 
Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong pada Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir dalam Tahun Pajak yang bersangkutan lebih besar daripada Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang selama 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak, kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong tersebut wajib dikembalikan oleh Pemotong Pajak kepada Pegawai Tetap dan Pensiunan yang bersangkutan beserta dengan pemberian bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir

untuk melakukan pengisian SPT Tahunan Tahun 2024 pada bagian daftar pemotongan yang telah dilakukan oleh pihak lain dengan baik dan benar. Merujuk ke ketentuan PER-2/PJ/2024, pegawai tetap dapat mengisi daftar pemotongan pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya dengan nilai yang tertera pada kolom 21 bukti potong 1721-A1
Dengan kata lain, apabila mendapatkan penghasilan semata-mata dari satu pemberi kerja memperoleh bukti potong 1721-A1 dengan kolom 23 yang berstatus lebih potong, pegawai tersebut seharusnya tetap melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya dengan status nihil.

Alamat Kantor :
Kantor Konsultan Pajak Supriyanto & Rekan
Jl. Raya Ciputat Parung Kp Pasar Rebo Rt 001 Rw 002 Bojong Sari Kota Depok 
Telp. Kantor - 0813 1522 2236 (WA) / TLP 0812 1944 0006
Email Supriyantorekan@gmail.com



Share:

FAKTUR PAJAK PELUNASAN DI CORETAX, TAPI FAKTUR PAJAK UANG MUKA TERBIT DI SISTEM E FAKTUR LAMA

 

Pembuatan Faktur Pajak Pelunasan ketika Faktur Uang Muka dibuat di sistem lama (legacy) diperlakukan sebagai faktur pajak berdiri sendiri. 

Artinya: Faktur Pajak Pelunasan tersebut tidak terkoneksi dengan Faktur Uang Muka yang terbit di sistem lama. 

Koneksi uang muka dan pelunasan hanya berlaku di Coretax: 

  • Sistem Coretax memiliki fitur yang menghubungkan faktur uang muka dan pelunasan secara otomatis. 
  • Fitur ini hanya berlaku jika kedua faktur   dibuat di Coretax.

Faktur pelunasan berdiri sendiri: 

Karena tidak ada koneksi dengan faktur uang muka di sistem lama, Faktur Pajak Pelunasan harus dibuat seolah-olah sebagai faktur transaksi biasa. 

Cara Membuat Faktur Pelunasan di Coretax:

-Tidak perlu mencentang kolom "Pelunasan" pada form Faktur Pajak. 

-Isi detail transaksi dengan menambahkan satu baris barang: 

   • Nama barang: "Faktur Pelunasan atas..."

   • Harga satuan: Sesuai jumlah pelunasan yang dibayarkan.

   • Kuantitas: 1

- Untuk memudahkan identifikasi, cantumkan nomor Faktur Uang Muka dari sistem lama di kolom referensi atau nama barang. 

Kesimpulannya :

Faktur Pajak Pelunasan dibuat berdasarkan jumlah pembayaran yang dilakukan pada saat pelunasan, tanpa memperhitungkan nilai uang muka yang telah dibayarkan sebelumnya di sistem lama.

Share:

APAKAH FAKTUR PAJAK MASUKAN TAHUN 2025 HANYA DIKREDITKAN DI BULAN YANG SAMA PMK 81/ 2024 ?

 

Pasal 375 ayat 1 bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.

Kemudian di Pasal 376 ayat 1 bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 375 ayat (1), yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dibuat.

Dalam Pasal 376 ayat 2 bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus merupakan Pajak Masukan yang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Jika masa pajak tersebut terlewatkan maka sesuai Pasal 376 ayat 3 bahwa Pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak melalui penyampaian atau pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.

Kesimpulannya berdasarkan diatas bahwa faktur pajak hanya bisa dikreditkan pada masa pajak yang sama, sedangkan untuk dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak dapat di kreditkan paling lama 3 Masa Pajak selama belum di bebankan

CONTOH PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN PADA MASA PAJAK YANG TIDAK SAMA

Pengusaha Kena Pajak EFG baru menerima dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak atas perolehan Jasa Kena Pajak tertanggal 8 Agustus 2025 dari PKP HIJ pada tanggal 15 Desember 2025. Perolehan Jasa Kena Pajak tersebut berhubungan dengan kegiatan usaha Pengusaha Kena Pajak EFG. Pengusaha Kena Pajak EFG telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Agustus 2025, September 2025, dan Oktober 2025. Pengusaha Kena Pajak EFG belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak November 2025. Pengusaha Kena Pajak EFG belum membebankan Pajak Masukan sebagai biaya dan tidak menambahkan (mengapitalisasikan) dalam harga perolehan Jasa Kena Pajak. Pajak Masukan atas perolehan Jasa Kena Pajak yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tertanggal 8 Agustus 2025 tersebut dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran oleh Pengusaha Kena Pajak EFG melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Agustus 2025, September 2025, atau Oktober 2025, atau melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak November 2025.


Alamat Kantor :
Kantor Konsultan Pajak Supriyanto & Rekan
Jl. Raya Ciputat Parung Kp Pasar Rebo Rt 001 Rw 002 Bojong Sari Kota Depok 
Telp. Kantor - 0813 1522 2236 (WA) / TLP 0812 1944 0006
Email Supriyantorekan@gmail.com
Share:

Bagaimana cara pembuatan Faktur Pajak Uang Muka dan Pelunasan di Coretax?

Sistem Coretax memperkenalkan konsep baru dalam pembuatan Faktur Pajak Uang Muka dan Pelunasan: 
Konsep Dasar
Koneksi Faktur: 
  1. Faktur Uang Muka dan Pelunasan terkoneksi jika keduanya dibuat di Coretax. 
  2. Jika Faktur Uang Muka dibuat di sistem lama, Faktur Pelunasan diperlakukan sebagai faktur berdiri sendiri sebesar nilai pelunasan yang diterima. (tidak dicentang pelunasan)
 Checkbox Uang Muka/Pelunasan: 
  1. Digunakan untuk transaksi dengan pembayaran bertahap (termin) atau pembayaran sebelum penyerahan BKP/JKP. 
  2. Jika bukan transaksi bertahap, checkbox tidak perlu dicentang. 
Tentang Faktur Pajak Uang Muka
1. Dibuat saat menerima pembayaran uang muka/termin sebelum penyerahan BKP/JKP atau atas transaksi tahapan pengerjaan.
2. Faktur Uang Muka pertama mencantumkan total nilai kontrak/order, yakni memuat seluruh detail transaksi barang/jasanya. 
3. Centang checkbox "Uang Muka": 
- Kolom Nomor Faktur tidak perlu diisi. 
- Isi kode faktur, tanggal faktur, dan referensi sesuai transaksi. 
4. Jika ada terdapat 3 kali pembayaran/tahap/termin: 
- Faktur kedua dst tetap centang tetap checkbox "Uang Muka". 
- Harus selalu masukkan Nomor Faktur Uang Muka Pertama pada kolom Nomor Faktur. 
- Data detil transaksi akan terisi otomatis (dari FP UM pertama sebagai patokan).
 
Tentang Faktur Pajak Pelunasan 
  1. Dibuat saat pelunasan atau penyerahan BKP/JKP (akhir). 
  2. Centang checkbox "Pelunasan" dan input Nomor Faktur Uang Muka pertama. 
  3. Sistem akan otomatis mendeteksi s.d. Faktur Uang Muka terakhir. 
  4. Secara otomatis, sistem mencantumkan seluruh detail dan perhitungan transaksi
  5. PPN Pelunasan dihitung dari tarif 12% x sisa nilai DPP Nilai kontrak/Total Order setelah dikurangi total pembayaran UM dalam FP sebelum-sebelumnya.
Penerapan Ketentuan PMK 131/2024: DPP Nilai Lain (11/12) pada Uang Muka dan Pelunasan
Pengisian DPP Nilai Pada Faktur Uang Muka (Pertama dan Selanjutnya): 
  1. Rekam seluruh detil transaksi di kontrak layaknya Faktur Pajak biasa. 
  2. Centang "DPP Nilai Lain" untuk setiap menambah transaksi detail barang/jasa. 
  3. Masukkan hasil kalkukasi nilai 11/12 x Harga Jual/DPP/Penggantian secara manual pada baris DPP Nilai Lain tiap transaksi. Kecuali untuk FP Uang Muka Kedua dan seterusnya, tidak perlu mengambah transaksi lagi karena sudah terisi otomatis.
  4. Pada isian "Uang Muka" di bawah daftar transaksi: isikan manual DPP Nilai Lain sebesar 11/12 dari Nilai Uang Muka yang diterima (kita sebut Uang Muka Nilai Lain biar gampang)
 Pengisian DPP Nilai Pada Faktur Pelunasan: 
  1. Tidak perlu menambah detil transaksi karena sudah terisi otomatis.
  2. DPP dan PPN terisi otomatis sesuai perhitungan dari total nilai kontrak/total order dikurangi pembayaran UM yang telah dilakukan.
  3. Hasil akhir pada cetakan FP Pelunasan (terhitung otomatis):
  4. DPP = Total DPP Nilai Lain (pada FP UM-1) dikurangi "Uang Muka Nilai Lain" ke-1, ke-2 dst.
  5. PPN = DPP x 12% (akan senilai 11% x harga jual)

Contoh Ilustrasi perekaman Faktur, Isian UM Nilai Lain, dan PPN pada cetakan FP:

Kasus: Total harga jual transaksi: Rp5juta.
Terdiri dari:
  • Barang ABC : Rp 2 juta
  • Barang DEF : Rp 3 juta
Tahapan Pembayaran 3 kali
  • Pertama: 2 juta
  • Kedua: 1 juta
  • Pelunasan: 2 juta.
Demi kesederhanaan: asumsi transaksi ke bukan pemungut/tidak dibebaskan/bukan DPP Nilai Lain/Besaran tertentu diatur sendiri: FP 04

ILUSTRASI FAKTUR PAJAK

Pertama: Ilustrasi Perekaman FP Uang Muka Pertama 2 Juta dan Cetakan PDF






Ilustrasi Perekaman FP Uang Muka Kedua sebesar 1 Juta dan Cetakan PDF

Ilustrasi Perekaman FP Pelunasan Sebesar 2 Juta dan Cetakan PDF


Alamat Kantor :
Kantor Konsultan Pajak Supriyanto & Rekan
Jl. Raya Ciputat Parung Kp Pasar Rebo Rt 001 Rw 002 Bojong Sari Kota Depok 
Telp. Kantor - 0813 1522 2236 (WA) / TLP 0812 1944 0006
Email Supriyantorekan@gmail.com







Share:

FAKTUR PAJAK DITANDA TANGANI SELAIN DIREKTUR (CORETAX) SIGNER ATAU DRAFTER

Dalam sistem Coretax, setiap dokumen perpajakan memiliki peran yang spesifik untuk memastikan kelancaran dan keabsahan proses. Peran ini terbagi menjadi dua fungsi utama, yaitu Drafter (penyusun dokumen) dan Signer (penandatangan dokumen). Setiap peran memiliki tanggung jawab yang berbeda, sesuai dengan jenis dokumen dan kewajiban perpajakan yang dikelola.

Drafter adalah individu yang bertanggung jawab dalam menyusun konsep dokumen pajak, seperti Surat Pemberitahuan (SPT), bukti potong, hingga faktur pajak.

Signer adalah individu yang berperan dalam melakukan otorisasi atas dokumen yang telah disusun oleh Drafter. Peran ini bertujuan untuk memastikan keabsahan dokumen sebelum dikirimkan ke DJP.

Apakah karyawan boleh diberikan akses signer (penandatangan dokumen) dalam faktur pajak ?


Penandatanganan e-Faktur adalah salah satu elemen penting dalam pengelolaan pajak bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Meski sudah menggunakan sistem elektronik, penandatangan e-Faktur tetap diperlukan sebagai tanda bukti pemungutan PPN secara sah. siapa saja yang berwenang untuk menandatangani e-Faktur, syarat dan ketentuan yang berlaku

Sesuai Pasal 10 Ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 sebagaimana telah diubah dengan  PER-11/PJ/2022 bahwa Nama PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP, yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g wajib diisi sesuai dengan nama yang tercantum dalam kartu tanda penduduk bagi warga negara Indonesia atau paspor bagi warga negara asing, yang berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani.

Kemudian di pasal 10 ayat (2) bahwa PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP, yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang namanya telah didaftarkan sebagai penanda tangan Faktur Pajak pada aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pada pasal 10 Ayat (3) bahwa PKP dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) pejabat/pegawai yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Sesuai dengan PER-03/PJ/2022 sebagaimana telah diubah dengan  PER-11/PJ/2022 yang berhak menandatangani Faktur Pajak di aplikasi e-Faktur bukan hanya direktur, tetapi juga pejabat atau staf administrasi yang telah didaftarkan. Pejabat atau staf yang bertanggung jawab sebagai penandatangan ini akan tertera namanya dalam e-Faktur. Tanda tangan pada e-Faktur adalah tanda tangan digital yang tersimpan dalam QR code.


Share:

CONTOH KASUS PEMBUATAN FAKTUR PAJAK TERMASUK PENERAPAN KODE FAKTUR PAJAK TAHUN 2025

Contoh Pembuatan Faktur Pajak termasuk Penerapan Kode Transaksi Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak yang Memungut, Menghitung, dan Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang Terutang atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana Diatur dalam PMK 131 Tahun 2024

 

Contoh Pembuatan Faktur Pajak dan Penerapan Kode Transaksi atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah

Pada tanggal 2 Januari 2025, PT A yang merupakan Pengusaha Kena Pajak dealer melakukan penyerahan Barang Kena Pajak berupa mobil 1.500 cc dengan harga jual sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, kepada PT B. Mengingat Barang Kena Pajak tersebut termasuk kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% (dua belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa harga jual. Dengan demikian, atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT A wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan keterangan sebagai berikut.

a. Kode transaksi 01.
b. Harga Jual sebesar Rp300.000.000,00.
c. Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp300.000.000,00. d. Jumlah Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp36.000.000,00 (12% x Rp300.000.000,00).

Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut dilakukan oleh PT A:

  • dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 08;
  • mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atau ditanggung pemerintah, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 07;
  • kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai instansi pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 16A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 02;
  • kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai lainnya (selain instansi pemerintah), maka kode transaksi yang digunakan yaitu 03;
  • yang menggunakan tarif selain tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 10;
  • merupakan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sebagaimana diatur dalam Pasal 16D UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 09;
  • yang dasar pengenaan pajaknya menggunakan nilai lain dengan Peraturan Menteri tersendiri, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 04; atau
  • yang Pajak Pertambahan Nilainya dipungut dengan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 05.

Contoh Pembuatan Faktur Pajak dan Penerapan Kode Transaksi atas Penyerahan Barang Kena Pajak Selain yang Tergolong Mewah

Pada tanggal 3 Januari 2025, PT C yang merupakan Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak berupa komputer dengan harga jual sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah), tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, kepada PT D. Mengingat Barang Kena Pajak tersebut tidak termasuk kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% (dua belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga jual. Dengan demikian, atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT C wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan keterangan sebagai berikut.

1) Kode transaksi 04.
2) Harga Jual sebesar Rp12.000.000,00.
3) Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp11.000.000,00 (11/12 x Rp12.000.000,00).
4) Jumlah Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp1.320.000,00 (12% x Rp11.000.000,00).

Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut dilakukan oleh PT C:

  • dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 08;
  • mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atau ditanggung pemerintah, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 07;
  • kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai instansi pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 16A UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 02;
  • kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai lainnya (selain instansi pemerintah), maka kode transaksi yang digunakan yaitu 03;
  • yang menggunakan tarif selain tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 10;
  • merupakan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sebagaimana diatur dalam Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 09;
  • yang dasar pengenaan pajaknya menggunakan nilai lain dengan Peraturan Menteri tersendiri, maka kode transaksi yang digunakan yaitu tetap 04 dengan penghitungan Pajak Pertambahan Nilai menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain yang diatur dalam Peraturan Menteri dimaksud; atau
  • yang Pajak Pertambahan Nilainya dipungut dengan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 05

CONTOH KODE FAKTUR 07 (FASILITAS TIDAK DIPUNGUT)
Pada tanggal 12 Januari 2025, PT E yang merupakan Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak berupa tepung terigu dengan senilai Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah), tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, kepada PT F yang merupakan pengusaha industri makanan kemasan di Kawasan Berikat. Atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut mendapatkan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Mengingat Barang Kena Pajak tersebut tidak termasuk kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% (dua belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga jual. Dengan demikian, atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT E wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan keterangan sebagai berikut.

1) Kode transaksi 07, meskipun penghitungan Pajak Pertambahan Nilainya menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain.
2) Harga jual sebesar Rp24.000.000,00.
3) Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp22.000.000,00 (11/12 x Rp24.000.000,00).
4) Jumlah Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp 2.640.000,00 (12% x Rp22.000.000,00).

CONTOH KASUS KE PEMERINTAH KODE 02
Pada tanggal 10 Februari 2025, PT G yang merupakan Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak berupa 10 (sepuluh) unit komputer kepada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dengan harga Rp12.000.000,00/unit, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Mengingat Barang Kena Pajak tersebut tidak termasuk kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% (dua -11- belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga jual. Atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT G wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan keterangan sebagai berikut.

1) Kode transaksi 02, meskipun penghitungan Pajak Pertambahan Nilainya menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain.
2) Harga jual sebesar Rp120.000.000,00 (Rp12.000.000,00 x 10).
3) Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp110.000.000,00 (11/12 x Rp120.000.000,00).
4) Jumlah Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp13.200.000,00 (12% x Rp110.000.000,00).

Contoh Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Terutang atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah kepada Pembeli dengan Karakteristik Konsumen Akhir.

Pada tanggal 20 Januari 2025, PT M yang merupakan Pengusaha Kena Pajak dealer kendaraan bermotor melakukan penyerahan Barang Kena Pajak berupa 1 (satu) unit mobil 2.000 cc dengan harga jual sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) kepada Tuan N yang merupakan pembeli dengan karakteristik konsumen akhir. Mobil tersebut merupakan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Atas penyerahan mobil tersebut, PT M wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai meskipun penyerahannya kepada Tuan N yang merupakan pembeli dengan karakteristik konsumen akhir. Atas penyerahan mobil tersebut, PT M tidak diperkenankan menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual. Dengan demikian, PT M wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan keterangan sebagai berikut.

a. Kode transaksi 01.
b. Harga jual sebesar Rp600.000.000,00.
c. Dasar pengenaan pajak sebesar Rp600.000.000,00.
d. Jumlah Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp72.000.000,00 (12% x Rp600.000.000,00).

Share:

CONTOH KASUS FAKTUR PAJAK CORETAX TAHUN 2025

Pemerintah resmi menerapkan CORETAX pada tahun 2025, kemudian PPN tahun 2025 tetap naik menjadi 12% , berikut beberapa contoh kasus PPN 12%

PENERAPAN PPN UNTUK PENYERAHAN BKP SELAIN BKP MEWAH
Contoh Kasus
Pada tanggal 2 januari 2025 PT G yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP berupa 1 unit komputer dengan harga jual sebesar Rp 12.000.000 kepada CV H, berdasarkan data tersebut PT G wajib membuat faktur pajak dengan menggunakan kode transaksi 04 dengan penghitugan sebagai berikut :
a. Harga jual Sebesar Rp 12.000.000
b. dpp sebesar Rp 11.000.000 (11/12 x 12.000.000)
c. jumlah PPN Rp 1.320.000 (12% x 11.000.000)


PENERAPAN PPN UNTUK PENYERAHAN JKP DAN PEMANFAATAN BKP TB/ JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN DIDALAM DAERAH PABEAN

Contoh Kasus
Pada tanggal 3 januari 2025, PT I yang merupakanb PKP melakukan penyerahan JKP berupa Jasa Manajemen sebesar Rp 24.000.000 kepada CV J, PT I wajib membuat Faktur Pajak kode transaksi 04 dengan penghitungan 
a. Harga jual Sebesar Rp 24.000.000
b. dpp sebesar Rp 22.000.000 (11/12 x 24.000.000)
c. jumlah PPN Rp 2.640.000 (12% x 22.000.000)


PENERAPAN PPN DENGAN BESARAN TERTENTU PADA PMK TERSENDIRI

Contoh Kasus

Pada tanggal 2 januari 2025 PT M merupakan PKP melakukan penyerahan jasa pengiriman kepada CV AX untuk mengirim barang elektronik dengan harga jual 10 juta,Kode Transaksi 05 dengan penghitungan
a. Harga jual Sebesar Rp 10.000.000
b. dpp sebesar Rp 10.000.000
c. jumlah PPN Rp 120.000 (10% x12% x 10.000.000)|



Share: