Gunakan Insentif PPh Pasal 25? Ini Opsinya

 

Pemerintah kembali merilis aturan baru mengenai insentif pajak untuk wajib pajak terdampak Covid-19. Beleid yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 110/PMK.03/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Corona Virus Disease 2019. Tercatat, hingga saat ini pemerintah sudah empat kali menerbitkan beleid dengan ihwal yang sama. Setidaknya, ada dua hal pokok yang menjadi materi dalam PMK Nomor 110/PMK.03/2020. Pertama, insentif pajak penghasilan (PPh) untuk jasa konstruksi tertentu. Kedua, perubahan besaran insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25, dari 30% menjadi 50%.

Insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% berlaku mulai masa pajak Juli 2020. Namun, banyak wajib pajak yang terlanjur menyetor PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020 dengan menggunakan pengurangan angsuran seperti masa pajak sebelumnya sebesar 30%. Mereka pun telah menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif tersebut dengan besaran pengurangan angsuran yang sama. Hal ini terjadi lantaran salinan PMK Nomor 110/PMK.03/2020 baru diterima belakangan, selang beberapa waktu setelah beleid tersebut terbit. Konsekuensinya, terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020.

Sampai di sini timbul pertanyaan. Apa yang harus dilakukan terhadap kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020 tersebut?

Opsi pertama, bisa langsung memperhitungkan selisih lebih 20% tersebut sebagai angsuran masa Agustus 2020 dengan membetulkan laporan realisasi Masa Juli 2020.

 
Opsi kedua, bisa ajukan permohonan pemindahbukuan kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020 ke PPh Pasal 25 masa pajak setelah Agustus 2020.
 
Opsi ketiga, bisa membiarkan saja kelebihan penyetoran itu. Kenapa? Karena sebenarnya sifat angsuran ini hanya “menunda”, sedangkan PPh terutang di akhir tahun akan sama saja.

Bedanya opsi ketiga dengan dua opsi sebelumnya ini terletak pada arus kas. Jika angsuran PPh Pasal 25 yang dibayar lebih besar, maka PPh kurang bayar di akhir tahun menjadi lebih kecil. Begitupun sebaliknya.
 
Ketiga solusi ini punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tentunya solusi ini bisa dipilih  menyesuaikan kondisi perusahaan

Skenario 1: PT Ekspresi Takjub mengajukan permohonan pemindahbukuan.

Angsuran PPh Pasal 25 Januari s.d. Maret 2020: 3 x Rp80 juta = Rp240 juta
Angsuran PPh Pasal 25 April s.d. Juni 2020: 3 x (100%-30%) x Rp100 juta = Rp210 juta
Angsuran PPh Pasal 25 Juli 2020: (100%-50%) x Rp100 juta = Rp50 juta
Angsuran PPh Pasal 25 Agustus s.d. Desember 2020: 5 x (100%-50%) x Rp100 juta = Rp250 juta

PPh Terutang         :  Rp1.000.000.000,00
Kredit Pajak           : (Rp750.000.000,00)
PPh Kurang Bayar:  Rp250.000.000,00

Skenario 2: PT Ekspresi Takjub mengajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang.

(Perhitungan sama persis dengan Skenario 1)

Skenario 3: PT Ekspresi Takjub membiarkan saja kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020.

Angsuran PPh Pasal 25 Januari s.d. Maret 2020: 3 x Rp80 juta = Rp240 juta
Angsuran PPh Pasal 25 April s.d. Juni 2020: 3 x (100%-30%) x Rp100 juta = Rp210 juta
Angsuran PPh Pasal 25 Juli 2020: (100%-30%) x Rp100 juta = Rp70 juta
Angsuran PPh Pasal 25 Agustus s.d. Desember 2020: 5 x (100%-50%) x Rp100 juta = Rp250 juta

PPh Terutang        :  Rp1.000.000.000,00
Kredit Pajak          : (Rp770.000.000,00)
PPh Kurang Bayar:  Rp230.000.000,00

Terlihat, opsi pemindahbukuan dan opsi pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang memang lebih menguntungkan secara arus kas. Kendati demikian, biaya kepatuhan kedua opsi tersebut lebih tinggi ketimbang biaya kepatuhan pada opsi “membiarkan saja”. Bagaimana bisa? Jika memilih salah satu dari kedua opsi tersebut, wajib pajak harus melakukan pembetulan laporan realisasi pemanfaatan insentif. Namun, hal itu tidak perlu dilakukan apabila wajib pajak memilih opsi “membiarkan saja”.

*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja

Share:

Arsip Blog